.:: ASSALAMUALAIKUM.:: AHLAN WASAHLAN DI BLOG INI. Ya! ANDA AKAN BELAJAR BARENG M Hasbi :. Belajar About Dunia Islam, Belajar About Dunia Pemikiran, Belajar About Dunia Tutorial, Belajar About Tips Dan Trick Aneh, Belajar Design Website, Belajar Dunia Shell-ing, Belajar Mencari Hikmah Dan Lain Sebagainya. Sooo ikuti terus perkembanganya. Anda juga bisa mendiskusikan permasalahan apapun tentang Agama Islam bersama saya. Ketik saja di ShoutBox.::. Akhirnya TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA, SELAMAT MENIKMATI SEMOGA BERKENAN .::.

Saturday, October 6, 2007

Skema Budaya Tradisional – Budaya Modern

Postingan Analisa berikut kiranya

ADA yang

perlu dikritisi ataupun didukung.

Silahkan :

"Selamat Bermain di Taman Romantika Perasaan Anda"

________________________________________

Alat untuk memahami modernisasi:

Skema Budaya Tradisional – Budaya Modern

(Corrie van der Ven, 2005)

Tidak ada dikhotomi

Di bahwa ada skema yang menjelaskan ciri-ciri khas Budaya Tradisional (“kampung”) dan ciri-ciri khas Budaya Modern (“kota”). Skema ini dikhotomis: tradisional lawan modern. Akan tetapi, dalam kenyataan dikhotomi atau oposisi tradisional – modern tidak ada. Sifat-sifat modern bisa muncul dalam budaya tradisional, sifat-sifat tradisional bisa muncul dalam budaya modern. Skema atau model seperti itu tidak mencerminkan kenyataan, hanya merupakan alat analisis. (Ide untuk membuat skema seperti dibawah diambil dari “Model Kontinuum dari Orientasi-Orientasi Nilai Budaya”, (Bernard T. Adeney, Etika Sosial Lintas Budaya 2000, hal. 377-379.)

Konflik karena modernisasi

Budaya dan masyarakat bersifat dinamis. Ada pergeseran nilai dan juga berbenturan nilai. Dalam proses modernisasi konflik muncul karena

- kerinduan kepada kehidupan dalam komunitas homogen dan jelas

- kehilangan kekuasaan (yang dimiliki laki-laki, bangsawan, dsb.)

- kemandirian menjadi semakin penting (bukan ketaatan)

- desorientasi karena kemajemukan

- ketakutan dan kesalahpahaman terhadap modernisasi dan individualisasi

- kehilangan kepercayaan, keterangan dan penghiburan yang tradisional

- dsb.

Untuk membaca dan memanfaatkan skema di bawah secara baik, pertanyaan seperti yang berikut dijawab:

1. Di mana saya sendiri? Atau: di mana desa yang saya teliti? Nilai, makna apa dipakai, yang lebih tradisional atau modern?

2. Apakah saya bisa memberi contoh dari konflik akibat transisi budaya tradisional – budaya modern berdasarkan skema ini?

3. Menurut saya sendiri, poin berapa paling menghasilkan ketegangan bahkan konflik?

Dsb.

BUDAYA TRADISIONAL – MODERN

1. TRADISIONAL (LISAN-SIKLIS-HIERARKIS)

1. Jati diri sebagai anggota suatu kelompok (budaya komunal), ketergantungan pada marga dan komunitas, konformitas (penyesuaian), harmoni dalam kelompok, penghormatan pada anggota kelompok yang tertentu;

2. Kegotongroyongan atau resiprositas: prinsip membantu orang tanpa diberikan imbalan secara langsung (imbalan ada di kemudian hari) ;

3. pemikiran (world view) siklis (tidak ada perkembangan, semua kembali), status quo dijaga, konservatif,

segala sesuatu dianggap sebagai wajar, taken for granted, tidak dipersoalkan;

4. kedudukan berdasarkan kelahiran atau pangkat (ascribed status) ;

5. hierarki sosial-politik (feodalisme) dan hierarki gender (patriarkhat), kasta di atas memerintah dan mengayomi kasta-kasta bawah, laki-laki melindungi perempuan. Kepemimpinan otoriter. Hak istimewa diakui;

6. loyalitas dan solidaritas yang otomatis dengan kelompok sendiri (‘kami’), nilai dan norma baik khususnya diterapkan kepada lingkaran sendiri (‘moral circle’, jadi moralitas yang terbatas) ;

7. Pemikiran holistik dan lebih intuitif, semua unsur budaya terkait: faktor agama, sosial, hukum, politik, pertanian tidak dapat dipisahkan. Semua unsur disakralkan: agama memerintah;

8. sakralisasi alam, Allah dan alam disamakan, alam dan pertanian (ekologi) dipeliharakan berdasarkan aturan-aturan adat ;

9. kausalitas (sebab-akibat) berdasarkan hukum karma atau ‘teologi sukses’ dan ‘teologi hukuman’: dewata/Tuhan memberkati atau menghukum secara langsung dan otomatis kalau manusia menaati atau melanggar adat/agama; berkat disamakan dengan sukses, hukuman disamakan dengan kegagalan;

10. budaya malu atau shame culture (takut pendapat komunitas), kehidupan lahiriah mengendalikan kehidupan batiniah, tidak ada masalah kalau komunitas tidak melihat dan mempersoalkan masalah.

2. MODERN (TULIS-LINIER-SETARA)

1. Jati diri sebagai seorang individu, kemandirian, penghormatan berdasarkan kepribadian orang;

2. Entah benda atau bantuan dibayar langsung sesuai dengan harganya, entah benda atau bantuan diberi secara gratis (sebagai tanda solidaritas) ;

3. pemikiran (world view) linier (ada perkembangan), dinamika sosial, progresif, orang bebas menyuarakan aspirasi, semua dapat didebatkan, dipersoalkan;

4. kedudukan berdasarkan ketrampilan, kebijaksanaan, pengetahuan (achieved status) ;

5. kesetaraan sosial-politik (semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama) dan gender. Kepemimpinan demokratis. Kesempatan yang adil;

6. kritis terhadap diri sendiri dan orang lain, tanpa membedakan antara ‘kami’ dan ‘mereka’; tidak ada solidaritas (atau nepotisme) secara otomatis terhadap kelompok sendiri, norma dan nilai diterapkan kepada semua orang;

7. Pemikiran analitis dan kritis. Pemisahan agama, faktor sosial, hukum, politik, ekonomi. Desakralisasi (atau sekularisasi), ilmu pengetahuan memerintah;

8. alam dide-sakralkan, Allah dan alam terpisah, alam dan pertanian dipeliharakan berdasarkan ilmu pengetahuan;

9. kausalitas (sebab-akibat) dijelaskan melalui ilmu pengetahuan (sejauh mungkin); berkat dan hukuman Tuhan tidak disamakan dengan sukses dan kegagalan; kepercayaan pada kedaulatan Tuhan;

10. budaya rasa bersalah atau guilt culture (soal antara saya dan Tuhan, saya dan sesama manusia), kehidupan batiniah mengendalikan kehidupan lahiriah.

3. TRADISIONAL: (SIFAT-SIFAT BERBAHAYA)

1. Ketaatan kepada yang orang di atas. Daya kritis dan oto-kritis kurang. Kesalahgunaan hubungan ketergantungan oleh orang besar. Hampir tidak ada kontrol dari kekuasaan oleh rakyat;

2. Kalau kegotongroyongan sudah mencakupi bantuan uang: orang yang kurang mampu ‘dipaksa’ untuk memberi juga;

3. unsur yang buruk tidak dirubah, tidak ada kreativitas

4. Pemimpin yang buruk memerintah juga, karena tidak dipilih berdasarkan ketrampilan, tetapi berdasarkan status. Pemimpin yang buruk bisa memerintah terus, karena kepemimpinannya jarang dikritik;

5. ketaatan yang ‘buta’ kepada ‘orang besar’ (yang kadang-kadang mementingkan diri sendiri, menjadi jahat), ‘orang kecil’ tidak diberikan peluang untuk berkembang;

6. tidak ada solidaritas dengan kelompok lain (‘mereka’) à primordialisme, seksisme, rasisme, sukuisme; tak ada oto-kritik; KKN dapat dijustifikasikan kalau untuk ‘kelompok saya’;

7. surganisasi, pembenaran/justifikasi dari status quo malah yang jahat melalui agama;

8. manusia dianggap salah kalau kesengsaraan alam terjadi, karena kesengsaraan ditafsirkan sebagai hukuman Allah;

9. penganut tak terbuka terhadap Tuhan, karena sudah tahu persis pikiran dan perilaku Tuhan, kedaulatan Tuhan hilang sama sekali, manusia ‘menguasai’ Tuhan. Lihat juga 8 diatas;

10. hal-hal buruk (korupsi, kekerasan, perselingkuhan) tidak dipersoalkan kalau berlangsung secara tersembunyi; atau: hal-hal buruk diteruskan secara gampang setelah pelaksanaan sangsi, jadi setelah hubungan dalam komunitas dipulihkan.

4. MODERN: (SIFAT-SIFAT BERBAHAYA)

1. Kesepian, egosentrisme;

2. Orang kurang mampu tidak dibantu karena mereka tidak bisa membayar dan tidak ada orang yang solider;

3. unsur yang baik tidak dilestarikan;

4. Kehilangan rasa hormat kepada orang lansia, kehilangan rasa hormat terhadap orang yang kurang berpendidikan atau orang yang lebih tradisional;

5. hak-hak minoritas kurang dihargai karena suara mayoritas mendominasikan politik; demokrasi yang belum dewasa (falsu) di mana rakyat memerintah tetapi sebenarnya belum mampu dan mandiri;

6. tidak ada loyalitas dan solidaritas sama sekali, ketidakpedulian, sikap kritis yang tidak konstruktif (demo untuk berdemo) ;

7. rasionalisasi, kepercayaan bahwa semua masalah bisa diatasi dengan ilmu pengetahuan, sekularisasi tanpa kebijakan, kebajikan dan Tuhan;

8. karena kurang jelas di mana campur tangan Tuhan, maka Tuhan dipinggirkan sama sekali, Tuhan tidak lagi diperhitungkan dalam hidup sehari-hari;

9. hal-hal buruk dilakukan semakin banyak kalau orang kurang peduli sesama manusia (individualistis) atau kurang takut Tuhan (sekularistis).

Sekian, ....

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com