.:: ASSALAMUALAIKUM.:: AHLAN WASAHLAN DI BLOG INI. Ya! ANDA AKAN BELAJAR BARENG M Hasbi :. Belajar About Dunia Islam, Belajar About Dunia Pemikiran, Belajar About Dunia Tutorial, Belajar About Tips Dan Trick Aneh, Belajar Design Website, Belajar Dunia Shell-ing, Belajar Mencari Hikmah Dan Lain Sebagainya. Sooo ikuti terus perkembanganya. Anda juga bisa mendiskusikan permasalahan apapun tentang Agama Islam bersama saya. Ketik saja di ShoutBox.::. Akhirnya TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA, SELAMAT MENIKMATI SEMOGA BERKENAN .::.

Tuesday, February 5, 2008

EKONOMI SYARIAH UNTUK KEMASLAHATAN BANGSA

Memperhatikan fungsi, peranan dan prinsip Koperasi di atas, maka konsep-konsep Koperasi tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan yang ada pada Sistem Ekonomi Syariah, yakni menuju kesejahteraan yang berkeadilan. Namun dalam Islam, menurut Qardhawi (1997), keadilan yang dimaksud bukanlah pemerataan secara mutlak, tetapi adalah keseimbangan antara individu dengan masyarakat, antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut mengandung implikasi bahwa pembagian laba atau sisa hasil usaha harus merefleksikan kontribusi yang diberikan kepada Koperasi oleh anggota bukan hanya sekedar modal (financial) tetapi juga berupa modal keahlian, waktu, kemampuan manajemen, good will, dan kontrak usaha. Kerugian usaha juga harus dirasakan bersama sesuai proporsi modal dan tuntutan-tuntutan lain yang timbul akibat usaha tersebut.
Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan Syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan amanah
Menurut Umer Chapra (2000), koperasi merupakan bentuk organisasi bisnis berorientasi kepada pelayanan yang dapat memberikan sumbangan yang kaya kepada realisasi sasaran-sasaran suatu perekonomian Islam. Dengan penekanan Islam pada persaudaraan, maka koperasi dalam memecahkan persoalan yang saling menguntungkan antara berbagai pihak, seharusnya mendapatkan penekanan yang besar dalam sebuah masyarakat Islam. Koperasi dapat menyumbangkan sejumlah pelayanan kepada para anggota, termasuk penyediaan keuangan berjangka pendek bila diperlukan melalui dana mutual, ekonomi penjualan dan pembelian dalam jumlah besar, pemeliharaan fasilitas, pelayanan bimbingan, bantuan atau pelatihan untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen dan teknik, dan asuransi mutual. Sesungguhnya, sulit melihat bagaimana suatu masyarakat Islam modern dapat secara efektif merealisasikan tujuan-tujuannya tanpa suatu peran yang dimainkan oleh Koperasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya, untuk memulai pendirian Koperasi yang beranggotakan jamaah masjid dan masyarakat di sekitar lingkungannya, namun tentu saja dengan memperhatikan dan menggunkana kaidah-kaidah ekonomi dan keuangan yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

EKONOMI SYARIAH UNTUK KEMASLAHATAN BANGSA

(Argumentasi Rasional RUU Sukuk dan Perbankan Syariah)
Oleh Agustianto
Kelahiran Undang-Undang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebenarnya sudah diambang pintu. Sejak lama masyarakat ekonomi syariah mendambakan dan menanti kehadirannya di Indonesia. Saat ini, DPR RI tengah mengagendakan pembahasan kedua RUU ekonomi syariah tersebut yang direncanakan akan dibahas bulan April mendatang. Namun secara phobi dan irrasional, Partai Damai Sejahtera (PDS) menolak pembahasan kedua RUU tersebut. Memang, di alam demokrasi penolakan tersebut adalah sesuatu yang wajar, tetapi penolakan secara membabi buta dan emosional adalah suatu tindakan yang sangat naif.
Penolakan PDS terhadap kedua RUU ekonomi syariah tersebut antara lain disebabkan karena PDS salah faham dengan ekonomi syariah. Karakter dasar ekonomi syariah ialah sifatnya yang universal dan inklusif. Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, anti korupsi, dan ekspolitasi. Artinya misi utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan ataupun negara.
Sebagaimana disebut tadi, karakter fundamental dari ekonomi syariah, adalah universal dan inklusif. Bukti universalisme dan inklusivisme ekonomi syariah cukup banyak.
Pertama, bahwa ekonomi syariah telah dipraktikkan di berbagai negara Eropa, Amerika, Australia, Afrika dan Asia. Singapura sebagai negara sekuler juga mengakomodasi sistem keuangan syariah. Bank-Bank raksasa seperti ABN Amro, City Bank, HSBC dan lain-lain, sejak lama telah menerapkan sistem syari’ah. Demikian pula ANZ Australia, juga telah membuka unit syari’ah dengan nama First ANZ International Modaraba, Ltd. Jepang, Korea, Belanda juga siap mengakomodasi sistem syariah. Bagaimana PDS memandang fakta-fakta ini?, Aneh dan ajaib.
Fakta itu sejalan dengan laporan the Banker, seperti dikutip info bank (2006) ternyata Bank Islam bukan hanya di dirikan dan dimiliki oleh negara atau kelompok muslim, tetapi juga di negara-negara non muslim, seperti United kingdom, USA, Kanada, Luxemburg, Switzerland, Denmark, Afrika Selatan, Australia, India, Srilangka, Fhilipina, Cyprus, Virgin Island, Cayman Island, Swiss, Bahama, dan sebagainya. Sekedar contoh tambahan, di luxemburg, yang menjadi Managing Directors di Islamic Bank Internasional of Denmark adalah non Muslim yaitu Dr. Ganner Thorland Jepsen dan Mr. Erick Trolle Schulzt.
Kedua, kajian akademis mengenai ekonomi syariah juga banyak dilakukan di universitas- universitas Amerika dan negara Barat lainnya . Di antaranya, Universitas Loughborough di Inggris. Universitas Wales, Universitas Lampeter yang semuanya juga di Inggeris. Demikian pula Harvard School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas Wonglongong, Australia. Di Harvard University setiap tahun digelar seminar ekonomi syariah bernama Harvard University Forum yang membahas tentang Islamic Finance. Malah, tahun 2000 Harvard University menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi Internasional Ekonomi Islam Ke-3.
Perhatian mereka kepada ekonomi syariah dikarenakan keunggulan doktrin dan sistem ekonomi syariah. Karena itulah, maka banyak ekonom non muslim yang menaruh perhatian kepada ekonomi syariah serta memberikan dukungan dan rasa salut pada ajaran ekonomi syariah, seperti Prof Volker Ninhaus dari Jerman (Bochum Universitry) , William Shakpeare, Rodney Wilson, dan sebagainya. Dr. Iwan Triyuwono, seorang ahli akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, ketika menulis disertasinya tentang akuntansi syari’ah di Universitas Wolongong, Australia, mendapat bimbingan dari promotor, seorang ahli akuntansi syari’ah yang ternyata seorang pastur.
Ketiga, Harus pahami larangan riba (usury) yang menjadi jantung sistem ekonomi syariah bukan saja ajaran agama Islam, tetapi juga larangan agama-agama lainnya, seperti Nasrani dan Yahudi. Dengan demikian, bagi pemeluk agama manapun, ekonomi syariah sesungguhnya tidak menjadi masalah.
Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi, Jika engkau memin-jamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin diantara kamu, maka janganlah enkau berkaku seperti orang penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup diantaramu”.
Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab deuteronomiy pasal 23 ayat 19.”Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang dibungakan”.Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam injil lukas ayat 34 disebutkan, “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka dimana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak”.
Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa umat non muslimpun harus menyambut baik lembaga-lembaga keuangan dan system ekonomi tanpa bunga. Hal ini dikarenakan ekonomi syariah telah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas. Dan inilah agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam memerangi bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut. Fakta kerjasama ini telah banyak terjadi di Indonesia, seperti di Kupang, Palu, Menado, Maluku Utara dan sebagainya. Para deposan dan nasabah bank-bank syariah banyak (dominan) dari kalangan non muslim dan tokohnya para pendeta.
Keempat, para filosof Yunani yang tidak beragama Islam juga mengecam sistem bunga. Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan uang yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato (427-345 SM), dalam bukunya “LAWS”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai dan penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya). Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis riel. Pendapat yang sama juga dikemukan Cicero. Ketiga filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof Yunani tentang larangan bunga.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tidak perlu ada yang takut (phobi) kepada ekonomi syariah, karena manfaat ekonomi syariah akan dinikmati oleh semua komponen rakyat di Indonesia, bahkan jika diterapkan di skala global, akan menciptakan tata ekonomi dunia yang adil dan makmur.
Ekonomi syariah yang melarang kegiatan riba dan spekulasi, akan menciptakan stabilitas ekonomi bangsa secara menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil (bukan derivatif), akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan tentunya ekonomi rakyat. Tegasnya, ekonomi syariah akan membantu pembangunan ekonomi negara dan bangsa.
Argumentasi- argumentasi lain.
Alasan-alasan penerimaan RUU Perbankan dan RUU Surat Berharga Syariah Negara, menjadi Undangt-Undang antara lain :
Pertama, secara yuridis, kehadiran UU Sukuk dan UU Perbankan syariah adalah didasarkan pada Pancasila dan UUD 45. Jadi, penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar yang sangat kuat. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) dengan tegas menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga makna, yaitu:
a. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya;
c. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapa pun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama (paham ateisme).
Dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata “menjamin” sebagaimana termaktub dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat “imperatif”. Artinya negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya agar tiap-tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu
Sebenarnya, melalui ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, seluruh syariat Islam, khususnya yang menyangkut bidang-bidang hukum muamalat, pada dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh kaum muslimin, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan jalan diadopsi dalam hukum positif nasional
Keharusan tiadanya materi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai-nilai ke-Tuhanan Yang Maha Esa tersebut adalah konsekuensi diterapkannya Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah prinsip dasar penyelenggaraan negara Jadi, kehadiran kedua Undang-Undang ekonomi syariah tersebut, tidak bertantangan dengan Pancasila, UUD 45 dan tidak menggangu keutuhan NKRI.
Kedua, secara faktual, sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah terbukti menunjukkan keeunggulannya di masa-masa krisis, khususnya krisis yang diawali tahun 1997. Ketika semua bank mengalami goncangan hebat dan sebagian besar dilikuidasi, tetapi bank-bank syariah aman dan selamat dari badai hebat tersebut, karena sistemnya bagi hasil. Ajaibnya, bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu sepeserpun oleh pemerintah. Sementara bank-bank konvensional hanya dapat bertahan karena memeras dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui BLBI dan bunga obligasi.Hal itu berlangsung sampai detik ini. Dana APBN itu adalah hak seluruh rakyat Indonesia, tetapi rakyat terpaksa dikorbankan demi membela bank-bank sistem konvensional agar bisa bertahan. Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi negara dan bangsa. Maka sangat tidak logis dan irrasional, jika ada pihak yang menolak kehadiran regulasi syariah.
Jadi, yang hendak ditawarkan ekonomi syariah bukanlah ajaran agama tertentu, tetapi adalah nilai-nilai keadilan, kejujuran , tranparansi, tanggung jawab, yang menjadi nilai-nilai universal bagi semua orang. Nilai-nilai itu berasal dari Alquran hadits.
Ketiga, secara historis, pengundangan (legislasi) hukum syariah di Indonesia telah banyak terjadi di Indonesia, seperti UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama yang selanjutnya diamendemen UU No 3 Tahun 2006. Demikian pula UU tentang pengelolaan Zakat, UU Perwaqafan, dan UU Haji. Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi Undang-Undang tentang ekonomi yang bertujuan untuk kebaikan, kemajuan dan kemaslahatan bangsa dan negara secara universal, jelas semakin penting untuk diterima dan diwujudkan oleh siapapun yang terpanggil untuk kemajuan negara.
Keempat, Dengan diundangkannya RUU Sukuk (SBSN), maka aliran dana investasi ke Indonesia akan meningkat, baik dari Luar Negeri (utamanya Timur Tengah) maupun dalam negeri. Menolak RUU tersebut berarti menolak investasi masuk ke Indonesia dan itu berarti menolak kemajuan ekonomi bangsa. Harus disadari, bahwa tujuan ekonomi syariah adalah untuk kemaslahatan seluruh bangsa Indonesia, bukan kelompok tertentu tertentu. Pihak yang menolak seperti PDS harus berbesar hati dan bergembira dengan kehadiran kedua Undang-Undang tersebut. Bukan malah secara phobi dan membabi buta menolak dengan alasan sentimentil (hamiyyah) atau kebencian kepada agama tertentu.
Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI dan Islamic Economics and Finance Trisakti.

PERUBAHAN PERILAKU DUNIA KEUANGAN

Sepanjang sejarah banker (pelaku utama di bidang keuangan), selalu dipandang sebagai orang serius yang cermat dan berhati-hati. Mereka selalu mengawasi perusahaan-perusaha an yang diberi kredit. Hal itu terjadi, karena setiap banker pasti menginginkan piutangnya terbayar kembali dan tidak menyukai terjadinya skandal dan kredit macet. Dengan memantau secara seksama portofolio hutangnya, para banker membantu mencegah terjadinya kepailitan suatu usaha yang akan berdampak terhadap dunia bisnis umumnya.
Seiring dengan era ekonomi baru yang membawa banyak perubahan dalam sistem ekonomi global, kapitalisme uang telah megubah tata cara orang dalam melakukan tindak ekonomi. Pertambahan pendapatan tidak dikaitkan lagi dengan kemampuan produksi, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan membuat gagasan, sehingga penambahan kekayaan lebih bersifat maya daripada penambahan asset riil. Pemilik uang dapat menciptakan uang lebih banyak lagi tanpa perlu terlibat pada sektor produksi. Perubahan tersebut, turut pula, mengubah prilaku konservatif para pelaku dunia keuangan dengan etika yang tinggi menjadi luntur dan terasa usang.
Banyak prilaku konservatif pelaku dunia keuangan yang berubah pada era ekonomi baru ini. Para analis perbankan, sampai hati, memuji-muji saham-saham dengan kinerja buruk. Di sisi lain, sebagian banker, rela, membantu sebuah korporasi dalam membentuk entitas-entitas bisnis yang meragukan untuk turut membantu perusahaan tersebut menggelapkan hutang maupun pajaknya. Mereka juga, mengutamakan, penjualan publik perdana saham-saham unggulan kepada kawan-kawannya sendiri, bahkan ikut serta terlibat dalam berbagai kegiatan yang tidak terpuji.
Akibat berubahnya etika moral para pelaku dunia keuangan, kerusakan yang timbul bukan hanya mengenai lingkungan mereka saja, tetapi mempunyai dampak yang besar pada transformasi perbankan terhadap fungsi perekonomian secara umum.
Untuk menjalankan bursa saham yang dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan informasi akurat mengenai nilai suatu perusahaan agar investor bisa membayar harga yang tepat pada saham yang akan dimilikinya. Akan tetapi, karena perubahan etika moral, para pelaku dunia keuangan, berani, mengaburkan persoalan-persoalan inheren perusahaan yang mereka bawa ke pasar atau yang mereka bantu penjualan sahamnya demi menambah modal perusahaan. Dengan demikian, mereka telah ikut menurunkan kualitas informasi. Dalam banyak kasus, mereka mengetahui kondisi riil perusahaan yang mereka tangani, tetapi publik tidak mengetahuinya. Hal itu, menyebabkan keyakinan publik terhadap pasar menjadi turun, dan saat informasi yang benar terkuak, harga-harga saham menjadi terhempas tajam.
Perubahan prilaku tersebut, menurut Stiglitz (2003), terjadi berkaitan insentif yang diperoleh dari penjualan perdana saham korporasi beserta transaksi-transaksi lainnya begitu besar. Dengan menyajikan informasi yang menyesatkan atas sebuah korporasi, mereka akan memperoleh imbalan lebih besar daripada menyajikan informasi akurat. Hal ini terjadi akibat adanya sejumlah perubahan peraturan (deregulasi) yang membuka sumber konflik kepentingan baru. Hak opsi dan skema-skema kompensasi dirancang untuk medorong penitikberatan pada keuntungan saat ini ketimbang hasil jangka panjang.
Banyak pelaku dunia keuangan di era ekonomi baru, tidak ubahnya bagai eksekutif perusahaan. Mereka belajar cara mendorong kenaikan harga saham mereka sendiri sama seperti mereka membantu orang lain berbuat hal yang sama. Kenaikan harga saham seharusnya memberikan keuntungan jangka panjang bagi pemegang saham. Akan tetapi, yang terjadi seringkali pasar hanya menitikberatkan pada jangka pendek, yakni bottom line hari ini. Akibat imbalan bagi sang eksekutif bergantung kepada harga saham hari ini, maka mereka lebih terdorong untuk menitikberatkan laba hari ini ketimbang menjaga reputasi perusahaan dalam jangka panjang. Demikian pula yang terjadi pada para analis, mereka semua menangguk jumlah uang yang besar ketika menggembar-gemborka n informasi yang tidak sesuai tentang perusahaan-perusaha an yang dijagokan. Akhirnya, para investor pelanggan mereka yang kurang waspada atau memang miskin informasi menjadi korban.
Kondisi tersebut di atas diperparah dengan terjadinya teknik-teknik rekayasa finansial yang menawarkan cara-cara baru untuk memelintir informasi. Kini lazim, suatu transaksi tunggal melibatkan banyak pihak. Sebelum era ekonomi baru, pembelian peralatan hanya melibatkan seorang pembeli dan penjual, atau paling banyak ditambah dengan keterlibatkan bank sebagai pihak yang meminjamkan uang. Pada era kini, sebuah perusahaan bisa jadi mensubsewagunakan sepotong piranti computer kepada sebuah perusahaan yang diciptakan khusus untuk tujuan tersebut. Kemudian, perusahaan tersebut mensubsewagunakan lagi ke perusahaan lainnya dan akan membayar uang muka kepada perusahaan tersebut dengan meminjam uang dari sebuah bank. Untuk memastikan perusahaan tersebut menepati prestasinya, perusahaan lain itu mendepositkan sejumlah dana pada sebuah bank. Setelah itu perusahaan tersebut bisa memasukkan modalnya berupa rekening bank dan janji pembayaran sewaguna ke dalam kemitraan usaha. Setelah waktu tertentu sesuai dengan penjanjian, mitra perusahaan tersebut akan mengakuisisi perusahaan tersebut, dan dalam pembukuannya akan dicantumkan kerugian atas kesepakatan yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, telah terjadi pengurangan pembayaran pajak. Perusahaan yang diajak untuk terlibat dalam konspirasi ini bisa banyak perusahaan.
Akal-akalan akuntansi ini sangat dibangga-banggakan oleh para pembuatnya. Mereka tidak merasa menyesal atas tindakan mereka dan menilai risikonya terlalu kecil. Risiko yang akan mereka dapatkan paling-paling hanya Dinas Pajak akan membatalkan kesepakatan ini dan memaksa perusahaan membayar pajak yang memang seharusnya mereka bayar. Risiko ini, mereka ibaratkan sebagai fasilitas kredit dari pemerintah dengan suku bunga yang lebih bagus daripada yang diperoleh pada pasar yang seharusnya.
Membesarnya gelembung ekonomi pada era ekonomi baru membuat laba dari pajak bukan menjadi masalah utama. Bagi sebagian perusahaan, hal yang utama adalah membuat pembukuan terlihat bagus. Teknik yang dipakai untuk menipu pajak tersebut di atas, juga dipakai untuk menipu para pemegang saham dengan sedikit modifikasi. Peran akuntan, sangat besar dalam menciptakan modifikasi-modifika si pembukuan di masa struktur ekonomi yang telah berubah saat ini.
Masalah yang dihadapi para akuntan pada era ekonomi baru berkembang dan lebih terbuka peluang untuk memakai keterampilan yang terasah menjadi suatu seni. Selama bertahun-tahun mereka telah merancang cara standar untuk menangani asset suatu sektor, dan dengan bangkitnya era ekonomi baru para akuntan harus menghadapi asset yang begitu sulit untuk dinilai. Akibat perubahan etika moral, para akuntan pun kemudian terlibat menciptakan segala macam cara baru untuk memanipulasi angka-angka asset perusahaan. Beberapa perusahaan, kemudian, meraih nilai pasar yang besar tanpa pernah membukukan laba yang sebenarnya ataupun bila ada laba tanpa adanya jaminan laba yang berkelanjutan.
Meskipun seorang akuntan terikat pada aturan-aturan yang telah ditetapkan, tetapi seorang akuntan yang melakukan tugas auditor dibayar oleh perusahaan yang mereka audit, sehingga menjadi lumrah bila mereka ingin menyenangkan kliennya. Di samping itu, perusahaanlah (beserta para eksekutifnya) yang memutuskan siapa yang hendak disewa sebagai akuntan. Dengan demikian insentif yang akan diperoleh oleh seorang akuntan sangat tergantung dari perusahaan-perusaha an yang menggunakannya.
Sejak lama akuntansi telah merambah dua lini bisnis, yakni konsultasi dan auditing. Sinergi secara alami terjadi, yaitu membaca teliti pembukuan suatu perusahaan memungkinkan akuntan memberi saran bagaimana perusahaan itu bisa meningkatkan labanya, atau meningkatkan laporan labanya. Godaan, kapitalisme uang, dapat menjadikan tujuan konsultasi bisnis untuk mengampangkan tujuan audit. Sebuah kantor akuntan yang memperoleh kontrak besar dari sebuah korporasi sebagai konsultan dapat berpaling muka ketika mendapat bukti praktek kecurangan akuntansi, bahkan terkadang bisa menyarankan kecurangan itu sendiri. Mereka dengan mudahnya memberikan metode-metode yang secara teknis tidak melanggar hukum dan peraturan, tetapi memberikan gambaran yang menyesatkan tentang perusahaan.
Sinergi yang seharusnya terjadi antara akuntan dengan bank agar kepentingan publik terjamin, juga telah ternoda oleh logika kapitalisme uang. Akuntansi yang bermasalah berarti akuntan tidak mengawasi kekuasaan bank sebagaimana mestinya. Akibatnya bank menjadi kurang ketat lagi dalam mengawasi perusahaan-perusaha an yang mereka beri pinjaman. Hal ini menyebabkan sektor perbankan yang bermasalah akan mempunyai konsekuensi sistemik yang sedemikian besar.
Gembar-gembor peningkatan persaingan pada era ekonomi baru membawa dampak yang lebih buruk pada konflik kepentingan para banker. Meningkatnya persaingan, membuat bank bernafsu merebut laba jangka pendek. Bahkan, terjadi adu cepat untuk menggapai pasar. Setiap bank tahu bahwa saingannya terlibat praktek serupa, dan bila tidak bersaing maka mereka akan ketinggalan. Setiap pegawai bank sudah tahu apa arti sebuah kekalahan persaingan, yaitu bonus berkurang atau bahkan mungkin dipecat.
Gelembung ekonomi yang terjadi akibat kapitalisme uang, kemudian bertambah hebat seiring dengan prilaku yang tidak terpuji dari para pelaku dunia keuangan tersebut. Semakin besar gelembung yang terjadi, maka semakin besar pula insentif untuk bertindak agar gelembung terus membesar. Sebenarnya, para banker tahu bahwa apabila gelembung meletus, sebagian besar kredit yang mereka kucurkan akan macet. Untuk itu, maka portofolio

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com